Jumat, 17 Agustus
“Kepada semuanya.....Siappp grakkk!!!” Dengan patuh kami melakukan aba-aba dari bang Ipung, salah seorang teman kami, yang berperan sebagai pemimpin upacara. Terdengar tawa yang tertahan melihat bang Ipung sendiri malah melipat tangannya ke belakang dan tertawa karena malu. Kami semua berusaha khidmat dan teratur dalam upacara hari Kemerdekaan Indonesia yang ke 67 ini. Tentu saja ini sulit bagi kami yang slengekan, apalagi semua petugasnya adalah teman-teman kami sendiri yang jarang bisa serius. Saat pengibaran bendera pun sempat diiringi dengan tawa yang tertahan dan senyuman geli karena melihat Edwin yang tidak pas dalam melangkah. Namun kami segera sadar bahwa inilah moment yang paling ditunggu-tunggu, melihat sang merah putih berkibar dengan gagahnya. Sehingga kami bisa menghayati bagaimana sang Merah Putih diperjuangkan agar bisa berkibar di Indonesia.
“Selamat pagi teman-teman.” Sapa mas Phete kepada perserta upacara. Dia berperan sebagai pembina upacara. Dia berdiri dengan tegak di atas tugu sehingga kami semua bisa melihat tubuhnya yang tidak seberapa besar itu. “Upacara yang sungguh unik ya, dilakukan di atas ketinggian 2.050 mdpl, dengan petugas dan peserta upacara yang sudah lupa caranya melakukan upacara.” Kami semua tertawa. Memang benar adanya. Rata-rata dari kami sudah bekerja dan berumur 22 tahun keatas. Hanya beberapa dari kami yang baru lulus SMA dan jarang menjadi petugas upacara. Jadi semua petugas upacara ini hanya mengandalkan memori mereka yang mulai lekang dan instruksi teman yang pernah menjadi petugas upacara. “Kita tahu bahwa para pahlawan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia denga susah payah. Dan sekarang giliran kita meneruskan perjuangan para pahlawan. Mungkin melalui kehidupan kita sehari-hari kita bisa terapkan kebersamaan dan saling menolong. Juga dalam komunitas kita ini, kita bisa belajar kompak dan saling percaya....”
Kami terpana. Aku mengangguk setuju. Mas phete yang slengekan dan selalu menjadi bahan ejekan tiba-tiba memberi pengarahan seperti itu. Memang tidak terduga. Kami melakukan upacara dengan fasilitas terbatas dan petugas yang amatiran, awalnya aku sendiri ragu apakah upacara bisa berjalan khidmat. Namun bukan masalah fasilitas, tetapi tekad untuk melakukannyamembuat kami serius mengikuti upacara. Dan kata-kata mas Phete terdengar sederhana, bahkan tanpa makna, namun itu benar adanya. Mungkin kita berpikir apa yang bisa kita lakukan padahal kita ini hanya pelajar, ada juga yang bekerja dan berjualan, terlebih lagi kita pecinta gunung. Apa yang bisa kita lakukan? Kita tidak bisa membasmi korupsi, karena yang kita tahu adalah cara mendirikan tenda. Kita tidak bisa membantu menangani kelaparan karena kami juga terbiasa memasak mie instant dengan nisting atau makan mie instant tanpa dimasak. Namun kami bisa memulai dari diri kami untuk berpartisipasi mempertahankan kemerdekaan Indonesia dengan menjadi pemuda yang berkarakter, cinta akan alam dan kelestariannya serta melakukan pekerjaan kami dengan maksimal, sehingga setiap hal yang kami lakukan bisa memberi dampak positive bagi orang lain.
Together-Adventure
Rabu, 24 Oktober 2012
Gunung Ungaran
Kamis, 16 Agustus 2012
Bau air. Bau kayu yang membusuk karena setiap hari kena air. Bau daun-daun kering dan bau khas pepohonan hutan serta bau keringat 18 orang yang menyusuri jalanan terjal dan menanjak. Nafas yang kembang kempis dan wajah kemerahan, mengiringi tujuan kita untuk mendaki gunung Ungaran. Bau-bau, suara-suara langkah kaki dan dengusan nafas itulah yang membuat semangat semakin membara dan kaki terayun cepat agar segera sampai ke puncaknya. Kami pun tak sabar untuk segera beristirahat dan melewati malam yang berlalu di atas gunung. Selayang pandang di sekeliling kami penuh dengan pohon-pohon dan batu besar, menandakan kalau sedikit lagi sampai puncak. Di atas pun ada bintang-bintang yang menghiasi malam ini. Semangat....!!! semuanya akan digantikan oleh kepuasan batin dan rasa senang yang membuncah karena telah menginjak puncak gunung Ungaran.
Bau air. Bau kayu yang membusuk karena setiap hari kena air. Bau daun-daun kering dan bau khas pepohonan hutan serta bau keringat 18 orang yang menyusuri jalanan terjal dan menanjak. Nafas yang kembang kempis dan wajah kemerahan, mengiringi tujuan kita untuk mendaki gunung Ungaran. Bau-bau, suara-suara langkah kaki dan dengusan nafas itulah yang membuat semangat semakin membara dan kaki terayun cepat agar segera sampai ke puncaknya. Kami pun tak sabar untuk segera beristirahat dan melewati malam yang berlalu di atas gunung. Selayang pandang di sekeliling kami penuh dengan pohon-pohon dan batu besar, menandakan kalau sedikit lagi sampai puncak. Di atas pun ada bintang-bintang yang menghiasi malam ini. Semangat....!!! semuanya akan digantikan oleh kepuasan batin dan rasa senang yang membuncah karena telah menginjak puncak gunung Ungaran.
Minggu, 01 April 2012
Together-Adventure In Action
Tanggal 22 Maret yang lalu kami, tim Together-Adventure berhasil menggenapi tugas kami
Walaupun hanya berenam, akhirnya kami dapat menyelesaikannya. Dan semoga ini menjadi awal yang baik untuk kegiatan-kegiatan selanjutnya. Tidak hanya sekedar mendaki gunung, tetapi berusaha menjadikan diri kami berguna untuk alam dan orang lain.
Dan berikut adalah foto-foto yang diambil saat kegiatan tersebut dilaksanakan
Pembuatan tanda arah di persimpangan antara Pos Bayangan 1 dan Pos Bayangan 2
Pembuatan tanda arah di Pos 2 :
Tidak banyak foto yang dapat diambil karena hujan deras turun tiba-tiba setelah kami memasang tanda arah yang menunjukkan puncak, cuntel dan mata air di bawah Pos 2.
.jpg)
Dan puncak dari kegiatan kami ialah pengecatan gardu di Pos 4 pemancar.

Dan ini adalah wajah-wajah di balik seluruh kegiatan
Walaupun hanya berenam, akhirnya kami dapat menyelesaikannya. Dan semoga ini menjadi awal yang baik untuk kegiatan-kegiatan selanjutnya. Tidak hanya sekedar mendaki gunung, tetapi berusaha menjadikan diri kami berguna untuk alam dan orang lain.
Dan berikut adalah foto-foto yang diambil saat kegiatan tersebut dilaksanakan
Pembuatan tanda arah di persimpangan antara Pos Bayangan 1 dan Pos Bayangan 2
Pembuatan tanda arah di Pos 2 :
Tidak banyak foto yang dapat diambil karena hujan deras turun tiba-tiba setelah kami memasang tanda arah yang menunjukkan puncak, cuntel dan mata air di bawah Pos 2.
.jpg)
Dan puncak dari kegiatan kami ialah pengecatan gardu di Pos 4 pemancar.
Dan ini adalah wajah-wajah di balik seluruh kegiatan
![]() |
Dari kiri ke kanan Edwin, Yono, Ucup, Ipunk, Aan, phete |
Rabu, 14 Maret 2012
Mang Idin, Pendekar Lingkungan
Bapak ini selalu memakai kaos oblong putih, celana panjang batik, dan ikat pinggang lebar. Sebilah golok selalu tergantung di ikat pinggangnya. Itulah Mang Idin.
Penampilannya persis seperti seorang pendekar. Mang Idin memang pendekar, tapi bukan pendekar silat, lho. Mang Idin pendekar lingkungan.
Sungai yang Bersih
Rabu, 22 Februari 2012
GUNUNG LEUSER (3.381 mdpl)
GUNUNG LEUSER (3.381 mdpl)
Taman nasional gunung Leuser terletak di propinsi Nangroe Aceh Darussalam dan propinsi Sumatera Utara dan merupakan hutan lindung yang harus di jaga dan di lestarikan. Secara spesifik, gunung Leuser terdiri dari Suaka Margasatwa Kluit, Suaka Margasatwa Gunung Leuser, Suaka Margasatwa Kappi, Suaka Margasatwa Langkat Selatan, Suaka Margasatwa Sikundur, Taman Wisata Lawe Gura, Taman Wisata Sikundur dan hutan lindung serta hutan produksi terbatas.
Rabu, 18 Januari 2012
SOE HOK GIE
Soe Hok Gie adalah Orang keturunan China yang lahir pada 17 Desember 1942. Seorang putra dari pasangan Soe Lie Pit —seorang novelis— dengan Nio Hoe An. Soe Hok Gie adalah anak keempat dari lima bersaudara keluarga Soe Lie Piet alias Salam Sutrawan, Soe Hok Gie merupakan adik dari Soe Hok Djie yang juga dikenal dengan nama Arief Budiman. Sejak masih sekolah, Soe Hok Gie dan Soe Hok Djin sudah sering mengunjungi perpustakaan umum dan beberapa taman bacaan di pinggir-pinggir jalan di Jakarta.
Sejak masih sekolah, Soe Hok Gie dan Soe Hok Djin sudah sering mengunjungi perpustakaan umum dan beberapa taman bacaan di pinggir-pinggir jalan di Jakarta. Menurut seseorang peneliti, sejak masih Sekolah Dasar (SD), Soe Hok Gie bahkan sudah membaca karya-karya sastra yang serius, seperti karya Pramoedya Ananta Toer. Mungkin karena Ayahnya juga seorang penulis, sehingga tak heran jika dia begitu dekat dengan sastra.
Sesudah lulus SD, kakak beradik itu memilih sekolah yang berbeda, Hok Djin (Arief Budiman) memilih masuk Kanisius, sementara Soe Hok Gie memilih sekolah di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Strada di daerah Gambir. Konon, ketika duduk di bangku ini, ia mendapatkan salinan kumpulan cerpen Pramoedya: “Cerita dari Blora” —bukankah cerpen Pram termasuk langka pada saat itu?
Selasa, 17 Januari 2012
Rafflesia Terancam Punah
Peneliti bunga bangkai rafflesia arnoldii Universitas Bengkulu, Agus Susatya ,mengatakan, flora langka itu terancam punah dan semakin sulit ditemui di hutan Bengkulu dan Sumatera akibat habitat dan inang tempat tumbuhnya makin sulit didapat.
"Bahkan menurut saya sudah di atas terancam punah, karena tidak bisa diperkirakan berapa populasinya saat ini dan tidak ada yang bisa memprediksi," katanya di Bengkulu, Selasa.
Hal itu dikatakannya saat mengunjungi lokasi penangkaran puspa langka tersebut yang digagas Kelompok Peduli Puspa Langka Tebat Monok Kabupaten Kepahiang, Bengkulu.
Langganan:
Postingan (Atom)